Pada jaman dahulu kala disalah satu daerah di Gorontalo, di hulu sungai dekat sebuah mata air sebuah dusun terpencil di Gorontalo tinggallah seorang pemuda sederhana bernama Lahilote yang sering mencari rotan di hutan sebagai mata pencahariannya. Pada suatu malam Lahilote bermimpi mendapat sepotong rotan besar yag disebut “Hutiya Mala”. Pemuda tersebut terjaga dengan penuh rasa heran, sambil bertanya dalam hati apa gerangan arti mimpi ajaib tersebut.
Beberapa hari kemudian dalam perjalanannya ke hutan untuk mencari rotan, secara tidak sengaja Lahilote melihat tujuh bidadari yang sangat cantik sedang mandi dengan riang di sungai. Ketujuh bidadari tersebut meninggalkan selendangnya di tepi sungai. Seketika itu timbul hasrat lahilote untuk mengambil dan menyembunyikan salah satu selendang bidadari tersebut. Sadar akan kehadiran seorang manusia, maka ketujuh bidadari tersebut segera berhenti mandi dan bergegas mengambil selendangnya. Namun betapa terkejut mereka karena salah satu dari selendang mereka telah hilang. Kemunculan Lahilote secara tiba-tiba sangat mengejutkan bidadari-bidadari tersebut dan mereka segera terbang ke khayangan kecuali satu temannya yang kehilangan selendang. Singkat cerita, Lahilote berhasil membujuk dan memperistri bidadari yang tertinggal itu.
Pada suatu hari Lahilote bermaksud pergi ke hutan. Sebenarnya isterinya sangat ingin ikut ke hutan namun lahilote melarangnya. Selama di tinggal di rumah tanpa sengaja isteri lahilote menemukan selendangnya yang selama itu disimpan oleh Lahilote dalam tabung bambu yang diletakkan di atas para-para dapurnya. Isteri Lahilote merasa sangat senang dapat menemukan kembali selendangnya, namun juga merasa kecewa karena merasa dikhianati oleh suaminya. Segera dipakainya selendang tersebut dan seketika itu pula ia terbang ke khayangan.
Hari itu Lahilote merasa sangat berbahagia karena ia berhasil mengumpulkan rotan dalam jumlah besar. Namun kegembiraan itu sirna seketika begitu ia mengetahui bahwa tabung bambu berisi selendang itu kini telah kosong dan isterinya telah pergi meninggalkannya. Dalam keadaan gundah tersebut tiba-tiba muncul seorang Polahi (suatu suk yang tingal di engah hutan) yang memberinya sebatang rotan besar sebagaimana pernah dilihat dalam mimpinya sambil berkata bahwa rotan tersebut dapat membawanya ke khayangan menemui isterinya berkat bantuan rotan ajaib tersebut. Selanjutnya Lahilote diijinkan tinggal di Khayangan.
Suatu ketika Lahilote duduk di atas sebatang kayu didampingi isterinya. Sambil bercengkrama isteri lahilote mencari kutu di kepala suaminya. Namun betapa terkejut hati sang isteri ketika ia menemukan uban di kepala suaminya. Seketika ia pun menjauh dari suaminya sambil berkata bahwa penguasa kayangan tidak mengijinkan seorang yang beruban tetap tinggal di kayangan. Ketika Lahilote bertanya mengapa demikian, isterinya pun menjawa: : “apalah arti sebuah cinta kalau Tuan sudah khayangan kalau Tuan sudah beruban, apalah artinya sebuah khayangan kalau Tuan tinggal bayangan”. Lahilote begitu terpukul dan dengan menggunakan seliha papan iapun meluncur ke bumi sambil bersumpah: ” Sampai senja umurku nanti, berbatas pantai Pohe berujung kain kafan, di sana telapak kakiku akan terpateri sepanjang jaman.”
Saat di pantai Pohe, Gorontalo, terdapat batu berbentuk telapak yang oleh masyarakat sempat di percayai sebagai telapak kaki Lahilote.
Pesan moral selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan kepada kita